Mulai 2026, Jawa Barat Terapkan Sanksi Sosial bagi Pelaku Pidana Ringan

KENDARINEWS.COM — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kembali membuat terobosan besar dalam sistem hukum daerah. Mulai 2026, para pelaku tindak pidana dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun tidak lagi akan dijatuhi hukuman penjara, melainkan sanksi sosial berupa kerja kemasyarakatan.

Kebijakan ini merupakan hasil kerja sama antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, yang sekaligus menjadi langkah awal penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan berlaku mulai Januari 2026.

Menurut Dedi, hukuman sosial akan menjadi alternatif yang lebih humanis dan efisien, sekaligus berkontribusi langsung pada kesejahteraan masyarakat. “Hukuman penjara bagi pelaku pidana ringan sering kali tidak efektif. Negara harus menanggung biaya makan, minum, dan pengawasan, tapi produktivitasnya rendah. Dengan kerja sosial, pelaku justru bisa memberi manfaat bagi masyarakat,” ujar Dedi, dikutip dari jpnn.com Kamis (6/11/2025).

Ia mencontohkan, bentuk kerja sosial yang akan diterapkan antara lain membersihkan bantaran sungai, merapikan jalan yang dipenuhi rumput liar, hingga memperbaiki drainase tersumbat. Kebijakan ini, kata Dedi, tak hanya menyelamatkan keuangan negara, tetapi juga menghindari munculnya persoalan sosial baru.

“Sering kali ketika seseorang dipenjara karena kasus ringan, keluarganya ikut menderita. Istri harus menanggung ongkos menjenguk ke penjara, anak-anak kehilangan nafkah. Dengan kerja sosial, pelaku tetap bisa bekerja dan menafkahi keluarga. Jadi tidak muncul kemiskinan baru, dan APBN pun lebih efisien,” jelasnya, dikutip dari jpnn.com.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI Asep N. Mulyana menyebut, Jawa Barat menjadi provinsi pionir penerapan sistem sanksi sosial di Indonesia menjelang pemberlakuan KUHP baru.

“Pendekatan baru ini memungkinkan pelaku tindak pidana dengan ancaman di bawah lima tahun untuk dijatuhi sanksi kerja sosial, bukan lagi hukuman penjara,” ujar Asep yang dikutip dari jpnn,com Ia menambahkan, bentuk sanksi akan disesuaikan dengan kebutuhan daerah serta profil pelaku.

“Kerja sosial tidak boleh mengganggu mata pencaharian utama pelaku. Misalnya membantu dinas perhubungan, kegiatan lapangan, atau kerja sosial di lingkungan masyarakat,” katanya, di kutip dari jpnn.com.

Selain itu, Kejaksaan juga menyiapkan program ‘Berdaya dan Berkarya’ bagi para mantan pelaku pidana yang telah menyelesaikan sanksi sosial. Program ini bertujuan membekali keterampilan baru agar mereka bisa cepat berintegrasi kembali ke masyarakat.

“Tujuannya agar setelah menjalani sanksi sosial, mereka punya modal keterampilan. Bisa jadi pengusaha kecil, seperti usaha sepatu, laundry, atau industri rumahan lainnya,” ungkap Asep, di  kutip dari jpnn.com.

Sebagai langkah awal, penandatanganan nota kesepahaman antara Kejaksaan Negeri se-Jawa Barat dan para bupati serta wali kota di wilayah Jabar telah dilakukan sebagai bentuk komitmen bersama dalam penerapan sistem hukuman baru ini.

Dengan kebijakan ini, Jawa Barat diharapkan menjadi contoh nasional dalam mewujudkan sistem hukum yang lebih restoratif, efisien, dan berkeadilan sosial.

Tinggalkan Balasan