KENDARINEWS.COM — Kota Kendari terus memperkuat sistem kendali pencegahan korupsi. Dengan menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari intens melakukan Monitoring, Controlling, Surveillance for Prevention (MCSP). Tidak hanya itu, pemerintah konsisten menindaklanjuti rencana aksi Survei Penilaian Integritas (SPI). Langkah ini tak lain demi memperkuat komitmen antikorupsi di lingkungan pemerintah daerah.
Wali Kota Kendari Siska Karina Imran menegaskan pencegahan korupsi harus menjadi budaya kerja yang melekat, bukan sekadar formalitas administratif. Ia bahkan meminta agar setiap kendala yang dihadapi dalam proses pemeriksaan oleh tim KPK maupun tim monitoring daerah segera dilaporkan kepadanya.
“Jika ada kepala OPD yang tidak kooperatif dalam memberikan data dan informasi, mohon langsung sampaikan kepada saya. Saya akan segera intervensi agar pemeriksaan berjalan objektif dan transparan,” tegas Siska Karina Imran ketika rapat koordinasi MCSP bersama KPK dan tingkat lanjut rencana aksi SPI di Balai Kota kemarin.
Lebih lanjut, Wali Kota Siska menyampaikan komitmen Pemerintah Kota Kendari untuk membangun sistem pengawasan internal yang kuat, memperkuat integrasi data, serta mendorong digitalisasi layanan publik. Langkah-langkah ini diharapkan dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih terbuka dan akuntabel.
“Kita ingin semua perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan dilakukan secara terbuka dan sesuai aturan,” imbuhnya.
Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah IV KPK Edi Suryanto memberikan apresiasi atas komitmen Pemerintah Kota Kendari dalam upaya pencegahan korupsi. Namun ia mengingatkan substansi pencegahan jauh lebih penting daripada sekadar kelengkapan dokumen.
“Dokumen memang penting, tetapi yang lebih penting adalah substansinya, bagaimana kita benar-benar memahami aturan dan menjalankannya dengan taat. Karena yang dinilai bukan hanya kelengkapan laporan, tapi sejauh mana kita menghindari potensi pelanggaran hukum,” ujar Edi.
Tindakan korupsi kata dia, berawal dari tiga unsur utama. Perbuatan melawan hukum, kerugian negara dan keuntungan pribadi atau pihak lain. Dua unsur pertama dapat dicegah jika setiap pejabat publik memahami dan menaati peraturan yang berlaku.
KPK jmenekankan MCSP adalah alat ukur kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Jika kepatuhan dasar belum maksimal, maka risiko pelanggaran akan meningkat. Oleh karena itu, KPK mendorong setiap pejabat, terutama kepala OPD, untuk memahami pedoman MCP secara utuh.
“Jangan menilai pedoman itu tidak penting. Baca dan pahami dari awal sampai akhir. Karena dengan memahami aturan, kita bisa mencegah pelanggaran sebelum terjadi. Itulah esensi dari pencegahan korupsi,” tegas Edi.
Kepala Satgas Wilayah IV.2 KPK Tri Budi Rahmanto menambahkan pencegahan korupsi tidak hanya sebatas mengingatkan pejabat agar tidak menerima suap, tetapi juga memastikan tata kelola pemerintahan berjalan baik dan sistematis.
“Pencegahan berarti menutup celah agar niat untuk melakukan penyimpangan bisa dicegah sejak awal. Komitmen pimpinan daerah menjadi kunci keberhasilan upaya ini,” ujarnya. (Lis)
