KENDARINEWS.COM — Puluhan ribu penganut Yahudi ultra-Ortodoks turun ke jalanan di Yerusalem, wilayah Palestina yang diduduki Israel, memprotes kebijakan wajib militer yang kini diterapkan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dikutip dari CNN Indonesia.
Selama puluhan tahun, Israel dikenal memiliki salah satu wajib militer paling ketat di dunia, namun umat Yahudi ultra-Ortodoks selama ini dikecualikan dari aturan tersebut. Kebijakan baru ini diterapkan setelah agresi militer Israel ke Jalur Gaza pada Oktober 2023, yang mendorong Tel Aviv untuk mencabut pengecualian tersebut.
Media Israel memperkirakan sekitar 20 ribu pria berpakaian khas hitam ala Yahudi ultra-Ortodoks memadati jalan utama menuju pintu masuk Yerusalem, menyebabkan kemacetan total. Para demonstran menuntut agar Netanyahu membatalkan amandemen yang mengharuskan mereka mengikuti wajib militer.
“Saat ini, orang-orang yang menolak ikut wajib militer akan dijebloskan ke penjara militer,” ujar salah satu demonstran, Shmuel Orbach. Ia menambahkan, “Itu tidak terlalu buruk. Tapi kita adalah negara Yahudi. Anda tidak bisa memerangi agama Yahudi di negara Yahudi. Itu tidak akan berhasil.”
Selama ini, pengecualian bagi kalangan ultra-Ortodoks kerap menimbulkan pro dan kontra di Israel. Banyak warga non-Ortodoks menilai kebijakan lama tidak adil karena beban pertahanan negara hanya ditanggung sebagian masyarakat.
Kemarahan publik semakin meningkat dalam dua tahun terakhir, di tengah agresi Israel ke Jalur Gaza yang menewaskan puluhan ribu warga Palestina sekaligus mencatat korban jiwa tertinggi di kalangan militer Israel dalam beberapa dekade. Kebutuhan pasukan militer pun meningkat seiring perluasan operasi Israel hingga Lebanon, Suriah, Yaman, dan Iran. (*)
