Umrah Mandiri Dilegalkan, Komnas Haji Ingatkan Jemaah Pemula dan Lansia

KENDARINEWS.COM — Ketua Komisi Nasional (Komnas) Haji Mustolih Siradj menanggapi dilegalkannya praktik umrah mandiri sebagaimana ditegaskan dalam UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Regulasi baru ini membawa perubahan fundamental, termasuk penegasan bahwa umrah dapat dilakukan secara mandiri.

“Banyak sekali hal-hal yang mengalami revisi perubahan dan cukup fundamental. Salah satunya penegasan dilegalkannya umrah mandiri,” ujar Mustolih, Kamis (30/10/2025), dikutip dari Sindonews.com.

Mustolih menilai praktik umrah mandiri sebenarnya sudah berlangsung lama, bahkan sebelum regulasi tersebut diterbitkan. “Umrah mandiri sebetulnya praktik yang sudah lama terjadi. Sejak Arab Saudi melakukan relaksasi terkait kebijakan umrah,” tambahnya.

Relaksasi Arab Saudi ini sejalan dengan Visi Arab Saudi 2030, yang bertujuan memperkuat sektor ekonomi nonmigas, termasuk wisata religi melalui kegiatan haji dan umrah. Berbagai kemudahan kini tersedia, mulai dari perpanjangan visa umrah hingga 90 hari, penerapan visa transit, hingga visa wisata.

Mustolih mengingatkan bahwa kebijakan ini menyebabkan disrupsi pada sektor jasa perjalanan umrah di Indonesia karena calon jemaah kini memiliki lebih banyak pilihan. Namun, Komnas Haji tidak merekomendasikan umrah mandiri bagi jemaah pemula dan lansia karena risiko yang tinggi.

“Komnas Haji tidak merekomendasikan umrah mandiri bagi dua kelompok, yang pertama adalah mereka yang baru umrah, yang kedua adalah mereka yang lansia dan sakit,” jelasnya.

Dia menekankan bahwa jemaah yang berangkat secara mandiri tidak mendapatkan perlindungan sebagaimana jemaah yang menggunakan jasa travel resmi. “Segala risiko selama perjalanan dari sejak take off pesawat di Tanah Air sampai kepulangan tentu tidak mendapatkan perlindungan sebagaimana mereka yang menggunakan travel. Semua risikonya ditanggung sendiri,” tambah Mustolih.

Selain itu, Mustolih menyoroti potensi ketimpangan ekonomi akibat terbukanya akses bagi pelaku usaha asing, termasuk platform digital Nusuk milik Arab Saudi. “Ada kesan ketika kita melihat umrah mandiri membuka kran bagi pelaku-pelaku usaha asing untuk secara bebas menawarkan berbagai produk umrah mandiri,” ujarnya.

Ia menekankan perlunya strategi pemerintah Indonesia agar tetap mendapatkan manfaat ekonomi dari jumlah jemaah yang besar. “Harus ada strategi bagi negara kita, misalnya kalau ada aplikasi yang menawarkan umrah mandiri harus menggunakan maskapai nasional kita,” jelasnya.

Mustolih juga menyoroti belum adanya definisi jelas tentang umrah mandiri dalam UU Nomor 14 Tahun 2025. Hal ini penting untuk mencegah penyalahgunaan pihak nontravel yang memobilisasi jemaah tanpa izin resmi.

“Kemudian bagaimana pengawasannya, ini yang harus dibuat sistem di Kemenhaj. Kalau umrah mandiri itu hubungan antara calon jemaah dengan aplikator seperti Nusuk itu kan entitas luar. Bagaimana ketika terjadi wanprestasi, bagaimana melindungi jemaah umrah karena negara tidak bisa tercampur,” tuturnya.

Dia mendorong Kementerian Haji dan Umrah serta Komisi VIII DPR merumuskan aturan turunan agar tidak menimbulkan multitafsir dan menjawab kegelisahan para pelaku travel. (*)

Tinggalkan Balasan