Penulis : Abdul Ghafur Ryzki Shaleh
Madrasyah Aliyah Negeri Insan Cendekia
(MAN IC) Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara
KENDARINEWS.COM–Di tengah kemajuan teknologi informasi yang semakin luas, pelajar memiliki tantangan serius tentang moralitas. Akhir-akhir ini di sekolah dan masyarakat, terjadi pergeseran serius dalam pola perilaku sosial sangat mengkhawatirkan yaitu melemahnya nilai-nilai moral di kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai kejujuran, rasa hormat, tanggung jawab, dan kepedulian seharusnya dijunjung tinggi sebagai dasar hidup bermasyarakat, perlahan tergeser oleh kepentingan pribadi, dan sikap individualistik. Diperparah dengan media sosial, sering mengglorifikasi konten mengolok-olok, membandingkan, merendahkan orang lain demi hiburan, terbawa ke dunia nyata. Lingkungan sekolah berubah, bukan lagi tempat tumbuh bersama, tapi tempat adu persaingan.
Fenomena ini sinyal bahwa revitalisasi moral bukan lagi sekadar wacana, melainkan kebutuhan mendesak, agar generasi muda tumbuh berfondasi etika. Harus ada upaya bersama,keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk menghidupkan nilai-nilai moral yang terkikis, agar tercipta masyarakat yang cerdas berintelektual, dan berakhlak.
Masalah moral yang paling sering ditemui di sekolah adalah kurangnya sikap saling menghargai, dalam hal pendapat, perbedaan karakter, maupun latar belakang. Masalah ini dianggap sederhana, padahal menjadi akar munculnya kasus sosial seperti sikap apatis, perundungan (bullying), dan kekerasan.
Dalam diskusi kelompok, tidak jarang siswa yang memiliki pendapat berbeda langsung disela, ditertawakan, dianggap “aneh”. Di luar kelas, perbedaan penampilan, gaya bicara, atau minat menjadi bahan olokan.
Untuk menjawab masalah ini, saya menawarkan program moral SPEKTA (Speak & Empathy Class for Teen Awareness) sebuah kegiatan edukatif berbasis praktik yang dirancang untuk menumbuhkan rasa saling menghargai, empati terhadap siswa sebayanya, dan membiasakan menyampaikan pendapat dan mendengarkan dengan benar. Program ini bukan melalui ceramah atau teori panjang, tetapi melalui metode role-play (peran), simulasi sosial, dan forum diskusi terbuka dalam suasana santai. Sehingga siswa akan diajak masuk ke dalam situasi sosial nyata di sekolah, tidak membuat merasa bosan. Lalu diajak refleksi bersama, membahas perasaan masing-masing ketika berada dalam peran itu. Dari sinilah empati dan rasa menghargai bisa tumbuh secara alami, bukan karena disuruh.
Hasil penelitian Harvard Graduate School of Education (2019), program berbasis role-playing dan empati terbukti meningkatkan pemahaman emosional siswa dan menurunkan perilaku agresif verbal 30% di lingkungan. Di Indonesia, program serupa pernah dilakukan dalam bentuk “Kelas Inspirasi Emosi” oleh beberapa komunitas, hasilnya siswa lebih terbuka dan sadar perasaan sebayanya.
Masalah moral dan etika di lingkungan sekolah adalah isu nyata, oleh karena itu, revitalisasi moral menjadi kebutuhan mendesak, dengan menghadirkan program edukatif yang menyentuh emosional siswa dan menyenangkan. Program SPEKTA adalah alternatif yang relevan dengan kondisi saat ini. SPEKTA menunjukkan potensi besar dalam menumbuhkan empati dan menurunkan perilaku negative, sehingga membentuk generasi cerdas dan bermoral.








































