Pemkab Konawe Target Zero Stunting

KENDARINEWS.COM — Tercatat ada 1.042 anak di Konawe menderita stunting pada tahun 2021 lalu. Jika dipersentasekan, prevelensinya mencapai 26,2 persen. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe bertekad menekan prevelensi penyakit tersebut, hingga zero stunting. Ada tiga pendekatan yang disiapkan Pemkab untuk melakukan percepatan penurunan stunting.

Sekretaris Kabupaten (Sekab) Konawe, Ferdinand Sapan, mengatakan, strategi penurunan angka stunting, dimulai dengan melakukan pendekatan terhadap keluarga berisiko. Yakni, pencegahan lahirnya bayi berisiko stunting dan penanganan Balita stunting. Pendekatan kedua, dengan melibatkan multi sektor dan pihak. Strategi tersebut dilakukan lewat kerja sama dengan lembaga khusus yang berkepentingan untuk menangani stunting. Misalnya, organisasi profesi, lembaga pendidikan, dunia usaha, tokoh masyarakat, serta mitra lainnya. “Pendekatan terakhir, melalui intervensi visi terpadu. Caranya itu dengan melakukan intervensi spesifik. Fokus kita terhadap kesehatan dan kecukupan gizi tiga bulan calon pengantin, ibu hamil, serta balita yang didukung dengan bantuan sosial,” ujar Ferdinand Sapan, Senin (5/9).

Ia menjelaskan, aspek lain yang menjadi perhatian pemkab terkait stunting adalah 1.000 hari kehidupan pertama bayi, termasuk keluarganya yang berisiko stunting. Ferdinand juga mengingatkan, stunting harus menjadi gerakan bersama. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait di lingkup Pemkab, mesti menempatkan masalah stunting sebagai prioritas penanganan dalam program kerja yang direncanakan. “Ini harus menjadi perhatian kita semua. Persoalan stunting ini menentukan generasi kita selanjutnya, karena dapat memengaruhi kecerdasan intelektual anak dalam tumbuh kembangnya,” sambungnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Konawe, Tam Sati Sam, mengemukakan, Pemkab bakal melakukan intervensi penanganan stunting pada 49 desa di 11 kecamatan. Lokasi khusus (Lokus) pencegahan stunting tersebut adalah Soropia, Kapoiala, Amonggedo, Pondidaha, Wonggeduku Barat, Konawe, Lambuya, Puriala, Abuki, Padangguni, serta Asinua. “Pencegahan dimulai dari hulu ke hilir. Artinya, program yang kami lakukan itu mulai dari sosialisasi kepada calon pengantin atau para remaja, ibu hamil, pasca melahirkan dan orang tua yang memiliki bayi umur 0-59 bulan,” bebernya.

Tam Sati Sam menjelaskan, kasus stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan terlihat ketika anak berusia dua tahun. Penyebabnya, faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik. Terutama, pola pemberian makan sang bayi yang tidak memenuhi asupan gizi yang cukup. “Ibu yang masa remaja atau saat kehamilannya kurang nutrisi, punya pengaruh terhadap pertumbuhan tubuh maupun otak anaknya. Faktor lainnya, bisa juga disebabkan infeksi pada sang ibu, jarak kelahiran yang pendek, bahkan hipertensi,” beber mantan Camat Amonggedo itu. (b/adi)

Tinggalkan Balasan