KENDARINEWS.COM– – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali menunjukkan taringnya dalam memberantas korupsi! Tiga tersangka kasus dugaan korupsi anggaran Bahan Bakar Minyak (BBM) dan kegiatan fiktif lainnya di Badan Penghubung Pemerintah Provinsi Sultra di Jakarta tahun anggaran 2023, resmi dijebloskan ke penjara, Rabu malam (22/10/2025).

Ketiga tersangka yang kini mendekam di balik jeruji besi adalah WKD (mantan Kepala Badan Penghubung), AK (pembuat bukti fiktif), dan YY (Plt Kepala Badan Penghubung). Penahanan ini merupakan kulminasi dari penyidikan intensif yang dilakukan tim Pidana Khusus Kejati Sultra, berdasarkan bukti-bukti kuat yang tak terbantahkan.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sultra, Aditia Aelman Ali, SH, MH, dengan didampingi Asisten Intelijen (Asintel) Muhammad Ilham, SH, MH, mengungkapkan modus operandi para tersangka yang sangat merugikan keuangan negara.

WKD, selaku Kepala Badan Penghubung saat itu, diduga kuat menyalahgunakan anggaran pembelian BBM untuk kepentingan pribadi. Modusnya adalah mencairkan dana seolah-olah untuk pegawai, namun kemudian menariknya kembali.
AK berperan sebagai otak pembuat bukti-bukti pembelian BBM fiktif, yang digunakan untuk mengelabui audit dan menutupi kejahatan tersebut.
YY, yang menggantikan WKD sebagai Plt Kepala Badan Penghubung, justru semakin memperparah keadaan. Ia mengubah sistem pembelian BBM menjadi kupon kerja sama dengan enam SPBU. Namun, hasil penyidikan mengungkap fakta mencengangkan: lima dari enam SPBU tersebut ternyata fiktif belaka!
“Anggaran dari kontrak fiktif tersebut kemudian digunakan untuk keperluan pribadi tersangka YY dan AK, serta tidak sesuai dengan peruntukannya,” tegas Aditia Aelman Ali dengan nada geram.
Akibat perbuatan para tersangka, negara diduga mengalami kerugian yang sangat besar. Saat ini, auditor yang berwenang masih melakukan perhitungan secara cermat untuk mengetahui angka pasti kerugian tersebut. Namun, diperkirakan nilainya mencapai miliaran rupiah.
Ketiga tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya sangat berat, yaitu pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda hingga Rp1 miliar.
Penyidik juga menyiapkan pasal alternatif, yakni Pasal 3 dan Pasal 9 UU yang sama, yang akan digunakan jika terbukti di persidangan.
Untuk kepentingan penyidikan, WKD dan YY ditahan di Lapas Perempuan Kelas IIA Kendari, sedangkan AK ditahan di Rutan Kelas IIA Kendari. Penahanan ini akan berlangsung selama 20 hari, terhitung sejak 22 Oktober hingga 10 November 2025.
Kejati Sultra menegaskan komitmennya untuk terus memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Kasus ini menjadi bukti bahwa tidak ada tempat bagi para koruptor di Bumi Anoa.
“Kejaksaan Tinggi Sultra akan terus bekerja secara profesional dan transparan dalam menangani perkara ini. Tidak ada toleransi bagi penyalahgunaan keuangan negara,” tegasnya.







































