Soroti Kontribusi Tambang di Konut, BP Taskin: Daerah Dikepung Tambang Rakyat Tetap Miskin

KENDARINEWS.COM–Pemerintah melalui Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) menyoroti persoalan tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Konawe Utara (Konut), meskipun daerah tersebut dikelilingi aktivitas pertambangan berskala besar.

Hal itu disampaikan dalam audiensi antara BP Taskin dan Asosiasi Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) Konut yang digelar di Jakarta, Selasa, 30 September 2025.

Pertemuan ini membahas aspirasi masyarakat terkait pemberdayaan UMKM, kontraktor lokal jasa pertambangan. Serta solusi atas ketimpangan ekonomi terjadi, di tengah potensi sumber daya alam yang melimpah.

Kepala BP Taskin, Budiman Sudjatmiko menyampaikan, angka kemiskinan di Konut masih berada di angka 13,35 persen, ironi yang mencolok di tengah gencarnya investasi tambang.

“13 persen lebih rakyatnya miskin, padahal mereka itu hidup di lingkar wilayah tambang. Karena itu, teman-teman dari asosiasi datang mengadukan ini ke kami agar dicarikan solusinya,” ujar Budiman, Selasa (30/9/2025).

Sebagai solusi awal, BP Taskin mendorong penerapan skema koperasi tambang rakyat, yang telah berhasil diterapkan di beberapa wilayah lain, seperti di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Di sana, tambang emas dikelola oleh koperasi masyarakat, dengan dukungan dari pemerintah daerah dan aparat penegak hukum.

“Kita akan rapat dengan Kementerian ESDM dan segera mengirimkan surat. Ini penting karena Konut adalah daerah tambang yang sangat khas. Usaha lokal sangat minim dilibatkan, begitu juga tenaga kerja lokal,” jelasnya.

Lanjut dia, kehadiran industri tambang seharusnya berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. Apalagi, Pasal 124 UU Minerba secara jelas mewajibkan perusahaan tambang untuk ikut memberdayakan ekonomi lokal.

BP Taskin optimis, dengan keterlibatan langsung masyarakat melalui koperasi, kontraktor lokal, dan penggunaan tenaga kerja setempat, kesejahteraan masyarakat di Konut dapat meningkat.

Skema ini diharapkan, mampu menekan kesenjangan sosial yang selama ini tercipta akibat ketimpangan, dalam pemanfaatan sumber daya alam.

“Tambang seharusnya jadi berkah, bukan kutukan. Dan itu hanya bisa terwujud jika masyarakat lokal diberi ruang dan akses yang adil,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi IUJP Konawe Utara, Rakhmatullah menjelaskan, banyak masyarakat yang terdampak langsung oleh eksploitasi tambang.

Nelayan kehilangan akses ke laut, petani tidak bisa lagi mengelola lahan karena alih fungsi menjadi wilayah tambang. Dalam kondisi terdesak, masyarakat pun mulai masuk ke dunia jasa pertambangan melalui IUJP sebagai upaya bertahan hidup.

“Perusahaan harusnya punya tanggung jawab sosial. Karena mata pencaharian masyarakat sudah bergeser. Dulu bisa bertani, sekarang tidak lagi karena wilayahnya sudah jadi tambang. Inilah yang menyebabkan kemiskinan tinggi,” ungkap Rakhmat. (jpc/rml/ing)

Tinggalkan Balasan