Gugatan 30 Tahun Kopperson vs Warga Kendari Kembali Memanas, Eksekusi 15 Oktober Terancam Konflik Horizontal?

Kendari, KP – Polemik sengketa lahan seluas 25 hektare di jantung Kota Kendari kembali memanas, memicu kekhawatiran akan terjadinya konflik horizontal. Koperasi Perikanan/Perempangan Soananto (Kopperson) menghidupkan kembali gugatan perdata berusia 30 tahun, mengancam eksekusi ratusan rumah warga, Rumah Sakit Aliyah, Hotel Zahra, Gudang Avian, hingga PT Askon.

Dasar gugatan ini adalah surat permintaan peletakan patok batas atas Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) No. 1 Tahun 1981, yang diklaim milik Kopperson. Surat tersebut dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Kendari dengan nomor 1759/KPN.W23.U/HK2.4/IX2025, dan ditujukan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kendari.

Warga “Harga Mati” Bertahan

Menanggapi hal ini, warga setempat menyatakan “harga mati” untuk mempertahankan hak milik mereka. Pengurus Lembaga Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Sulawesi Tenggara (Sultra), Nasrullah, S.Pd., M.M.B, menilai langkah eksekusi tersebut sudah tidak relevan secara hukum dan berpotensi mencederai rasa keadilan sosial masyarakat.

“HGU itu diberikan selama 25 tahun sejak 1974. Artinya masa berlakunya sudah habis sejak 1999, dan tidak ada bukti perpanjangan resmi ke BPN. Secara hukum, tanah tersebut kembali menjadi milik negara, dan BPN telah menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) kepada warga dan lembaga yang kini menempati lahan saat ini,” tegas Nasrullah kepada awak media, Sabtu (27/9/2025).

Nasrullah menambahkan, dasar hukum yang digunakan oleh Kopperson, yakni putusan perdata Nomor 48/Pdt.G/1993/PN Kdi, sudah tidak memadai karena eksekusi atas putusan perdata yang tidak dilaksanakan dalam waktu lebih dari 30 tahun dapat dianggap kedaluwarsa.

Kuasa Khusus Kopperson, Fianus Arung, menyatakan bahwa eksekusi akan dilaksanakan pada 15 Oktober 2025, sebagai tindak lanjut dari putusan perdata tersebut.

“Kami sudah ajukan permohonan ke Pengadilan Negeri untuk menentukan batas lahan kepada BPN. Lokasi sudah dikonfirmasi dan informasinya berada di Kanwil BPN,” ujar Fianus, Senin, 22 September 2025.

Daeng Ngerang, salah satu warga yang bermukim di wilayah itu, menilai langkah tersebut sebagai bentuk penghinaan terhadap hukum dan sejarah tanah yang sudah jelas dimiliki rakyat.

“Tidak ada batasan tanah Kopperson di sini! Koperasi itu sudah tidak beroperasi sejak lama, dan secara hukum batal sejak tahun 1999. Jadi kenapa sekarang tiba-tiba mau pasang patok? Ini jelas provokasi!” tegasnya. Daeng Ngerang menegaskan bahwa warga siap mempertahankan hak atas tanah mereka dengan segala cara.

Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kendari, Fajar, S.ST., M.P.A., menanggapi polemik tersebut dengan menyatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan PN Kendari untuk meminta salinan putusannya.

“Kami akan pelajari. Kemudian ke Kanwil untuk meminta arahan, dan yang terakhir itu kami akan berkoordinasi ke Kementerian ATR/BPN dalam hal ini Direktur Jenderal Sengketa dan Konflik untuk meminta pandangannya,” ujar Fajar, Senin (22/9/2025).

Fajar menambahkan bahwa pihaknya belum bisa memastikan akan turun langsung meletakkan patok batas dalam surat permintaan, dan akan menunggu hasil koordinasi dengan pihak terkait.

JPKP mendesak Pengadilan Negeri (PN) Kendari meninjau ulang surat permintaan tersebut dan tidak gegabah dalam melakukan eksekusi. Mereka juga berencana melayangkan surat resmi kepada Ketua Pengadilan dan BPN Kendari, agar dilakukan verifikasi menyeluruh terhadap status hukum lahan tersebut.

Tinggalkan Balasan