Lalai Reklamasi Pemerintah Pusat Setop Operasi 28 Tambang di Sultra, Nasib Izin Terancam Dicabut

KENDARINEWS.COM– Pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil tindakan tegas dengan menghentikan operasional 28 perusahaan tambang di Sulawesi Tenggara (Sultra). Langkah ini merupakan bagian dari sanksi yang diberikan kepada total 190 perusahaan tambang mineral dan batu bara di berbagai provinsi di Indonesia, yang terbukti abai terhadap kewajiban reklamasi pascatambang.

Dari 28 perusahaan yang terkena sanksi di Sultra, terdiri dari tiga perusahaan tambang aspal dan 25 perusahaan tambang mineral lainnya. Keputusan ini tertuang dalam Surat Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM dengan Nomor T-1533/MB.07/DJB.T/2025, yang ditandatangani pada 18 September 2025 lalu.

Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba Kementerian ESDM, Tri Winarno, menegaskan bahwa penghentian sementara ini merupakan peringatan keras bagi perusahaan yang belum menunaikan kewajiban reklamasi lingkungan setelah melakukan aktivitas pertambangan.

“Kami hentikan sementara aktivitas tambangnya, sampai perusahaan mematuhi aturan. Mereka harus segera menyusun dan mengajukan dokumen rencana reklamasi,” tegas Tri Winarno, pada Selasa (23/9/2025).

Meskipun operasional dihentikan, para pemegang izin usaha pertambangan (IUP) tetap diwajibkan untuk menjalankan pengelolaan, perawatan, dan pemantauan terhadap area tambang mereka. Hal ini mencakup aspek lingkungan di sekitar wilayah izin usaha, sebagai bentuk tanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan.

Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menambahkan bahwa ketidakpatuhan perusahaan tidak hanya terbatas pada kewajiban reklamasi. Beberapa perusahaan juga terindikasi tidak menempatkan jaminan reklamasi, serta melakukan produksi melebihi rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) yang telah disetujui.

“Sebagian perusahaan yang ditangguhkan itu, juga melakukan produksi melebihi RKAB. Ini adalah bentuk pelanggaran serius yang harus dievaluasi,” ujar Yuliot di Jakarta, Selasa (23/9/2025).

Lebih lanjut, Yuliot menjelaskan bahwa status izin usaha dari 190 perusahaan yang bermasalah, termasuk 28 perusahaan dari Sultra, masih belum dapat dipastikan. Evaluasi menyeluruh oleh Ditjen Minerba akan menjadi dasar penentuan apakah izin tersebut akan dikembalikan atau justru dicabut secara permanen.

Penghentian operasi ini berlaku secara otomatis, hingga perusahaan yang bersangkutan menyelesaikan kewajiban administrasi dan menempatkan jaminan reklamasi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Kementerian ESDM.

Sebelumnya, Kepala Bidang Mineral dan Batubara (Minerba) Dinas ESDM Provinsi Sultra, Muh. Hasbullah, mengungkapkan bahwa hingga saat ini, baru 74 perusahaan tambang di Sultra yang telah mengantongi dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk periode 2024 hingga 2026. Persetujuan tersebut dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia.

Menurutnya, kewenangan penerbitan dan persetujuan RKAB sepenuhnya berada di tangan pemerintah pusat. Pihaknya di daerah hanya menerima surat tembusan dari Dirjen Minerba, terkait daftar perusahaan yang telah disetujui RKAB-nya.

“Kami hanya menerima surat tembusan saja. Tidak memiliki kewenangan maupun kewajiban untuk menindaklanjuti dokumen tersebut,” ujar Hasbullah.

Terkait status perusahaan tambang lain yang belum masuk dalam daftar 74 perusahaan tersebut, Hasbullah mengaku belum dapat memastikan. Ia menduga, ada kemungkinan perusahaan tersebut sudah mendapatkan RKAB, namun dokumennya belum diteruskan ke Dinas ESDM Provinsi.

“Saya tidak bisa menyatakan RKAB perusahaan lain belum terbit. Mungkin saja sudah keluar di Jakarta, tapi belum ditembuskan ke kami,” imbuhnya.

Tindakan tegas pemerintah pusat ini diharapkan menjadi momentum bagi perusahaan tambang di Sultra, untuk lebih patuh terhadap regulasi dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Sanksi ini juga menjadi peringatan bagi perusahaan lain, agar tidak mengabaikan kewajiban reklamasi pascatambang, demi menjaga kelestarian lingkungan dan keberlangsungan pembangunan yang berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan