KENDARINEWS.COM – Media sosial X (sebelumnya Twitter) diramaikan dengan beredarnya flyer yang secara terang-terangan menolak reformasi Polri. Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, menanggapi fenomena ini dengan singkat namun tajam: “Gerakan SOP.”
Flyer tersebut menampilkan tulisan provokatif, “Tolak Reformasi Polri. Kepalsuan Tak Akan Pernah Melahirkan Keadilan,” lengkap dengan tagar #StopKambingHitamkanPolri dan #PolriBersamaMasyarakat.
Unggahan Said Didu pada 15 September 2025 ini sontak memicu beragam respons dari warganet, mengindikasikan adanya perpecahan opini publik terkait wacana reformasi kepolisian.
Beberapa warganet menduga adanya motif tersembunyi di balik penyebaran flyer ini. Akun @EdMus misalnya, menyebutnya sebagai “Gerakan geng Mul,” sementara @Fa2Fu2 berspekulasi bahwa flyer tersebut dibuat untuk mendukung Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo agar tidak dilengserkan.
“Sudah jelas yang ingin kapolri bertahan takut mereka digulung kapolri baru. Bukan karena polri sudah bagus, tapi karena mereka takut,” tulisnya.
Di sisi lain, akun @SOLTAN menyuarakan sentimen publik yang menginginkan perubahan. “Mereka bilang begitu, tapi rakyatlah yang minta kepolisian direformasi. Sukalah kepolisian,” ujarnya. Kekecewaan terhadap “kepalsuan” juga diungkapkan @Beny Jo, “Kepalsuan tetap saja ada tapi yang namanya keadilan itu masih jauh.”
Di tengah riuhnya perdebatan di media sosial, anggota Komisi III DPR RI, Benny K. Harman dan Nasir Djamil, menegaskan dukungan mereka terhadap rencana reformasi institusi kepolisian yang digagas Presiden. Saat ditemui di Polda Sulsel pada Jumat (12/9/2025), Benny K. Harman menyatakan bahwa keberadaan Komisi Reformasi Kepolisian tidak akan berbenturan dengan tugas Kompolnas.
“Kita mendukung rencana Bapak Presiden melakukan reformasi institusi kepolisian. Bagi saya sih itu sudah tepat,” ujar Benny. Ia menambahkan bahwa blueprint atau kerangka kerja terperinci mengenai reformasi Kepolisian sebenarnya sudah ada, namun pelaksanaannya yang belum optimal. “Reformasi itu cetak birunya sudah ada. Pelaksanaannya yang belum,” sebutnya.
Senada dengan Benny, Anggota Komisi III DPR RI lainnya, Nasir Djamil, menyoroti pentingnya reformasi kultural dalam tubuh Polri. “Sebenarnya kan keinginan Presiden Prabowo Subianto kan untuk menghadirkan kepolisian yang profesional, ya akuntabel. Kemudian bisa mendapat kembali kepercayaan masyarakat,” ucap Nasir.
Meski reformasi struktural dan instrumental telah berjalan, Nasir menekankan bahwa reformasi kultural masih menjadi pekerjaan rumah terbesar. “Komisi Reformasi Kepolisian bisa menguatkan reformasi kultural. Nah, karena itu sekali lagi kepada Presiden Prabowo Subianto diharapkan reformasi kultural itu yang dalam pandangan kami harus segera disegerakan,” tandasnya.
Hingga kini, identitas pihak di balik penyebaran flyer “Tolak Reformasi Polri” masih belum jelas, namun fenomena ini semakin memperpanjang diskursus publik mengenai masa depan institusi kepolisian di Indonesia. (fjr)







































