Di Sultra sendiri, produk akhir hilirisasi nikel baru pada tahap satu yakni stainless steel dan ferronickel. Berbeda dengan Sulteng dan Malut yang sudah mencapai tahap tiga, yakni dapat menghasilkan mixed hydrollic precipitate (MHP) dan nickel sulphate yang dapat digunakan sebagai bahan baku baterai. Hasil hilirisasi nikel Sulteng dan Malut ini tentunya menghasilkan nilai tambah yang lebih besar. Sebagai perbandingan, hilirisasi hingga tahap stainless steel dan ferronickel hanya menghasilkan nilai tambah sebesar 2 hingga 4 kali lebih tinggi dari nickel ore (produk mentah nikel). Berbeda dengan MHP dan nickel sulphate yang dapat menghasilkan nilai tambah sebesar 8 hingga 11 kali lebih tinggi dari produk nickel ore. Hal ini menyebabkan peran sektor pertambangan minerba Sulteng dan Malut berada di atas Sultra.
Kebijakan Hilirisasi Minerba Nasional dan Sultra
Berdasarkan rencana kerja pemerintah (RKP) tahun 2025 yang tertuang pada Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) No. 2 Tahun 2024, tema RKP Indonesia adalah ”Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”. Salah satu prioritas pembangunan nasional adalah melanjutkan hilirisasi dan mengembangkan industri berbasis sumber daya alam untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri yang tertuang dalam prioritas 5 (lima). Keberlanjutan hilirisasi dan industrialisasi ini akan dilaksanakan melalui 6 (enam) strategi, yaitu (1) pengembangan pembiayaan inovatif; (2) penguatan ekosistem industrialisasi; (3) aglomerasi industri secara merata seperti kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus; (4) optimalisasi penggunaan produk dalam negeri; (5) penguatan industri kecil dan menengah; dan (6) akselerasi penerapan industri hijau.
