KENDARINEWS.COM–Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) memberikan klarifikasi resmi terkait PT Ifishdeco yang akhir akhir ini menuai sorotan.
APNI berkomitmen perusahaan dibawah naungannya patuh terhadap praktik pertambangan berkelanjutan, berdaya saing global, dan berkontribusi positif pada perekonomian nasional.
Melalui Sekretaris Umum AFNI Meidy Katrin Lengket,menjelaskan jika PT Ifishdeco memiliki kepatuhan terhadap Kaidah Pertambangan yang Baik: PT Ifishdeco Tbk. telah memperoleh persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) periode 2024-2026 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Persetujuan ini diberikan setelah melalui evaluasi ketat dan membuktikan pemenuhan lima aspek Good Mining Practice (GMP) berdasarkan Kepmen ESDM Nomor 1827 K/30/MEM/2018.
Begitupun dengan pengelolaan Lingkungan PT Ifishdeco dianggap bertanggung Jawab dan konsisten menerapkan sistem pengelolaan lingkungan sesuai regulasi. Hal ini dibuktikan dengan penghargaan PROPER Kategori Biru selama dua tahun berturut-turut (2021-2022 dan 2023-2024) dari Kementerian Lingkungan Hidup RI. Penilaian PROPER menggunakan sistem online terintegrasi Kementerian Lingkungan Hidup RI, memastikan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan lingkungan.
” Jaminan Reklamasi juga telah memenuhi kewajiban penempatan Jaminan Reklamasi (Jamrek) hingga tahun 2025, sesuai ketentuan Kementerian ESDM dan persyaratan untuk memperoleh RKAB.” kata Meidy dalam siaran persnya.
Sementara soal Penambangan di Luar Kawasan Hutan Produksi: Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Ifishdeco Tbk. berada 100% di Area Penggunaan Lain (APL). Meskipun terdapat jalan hauling sepanjang ±300 meter yang melewati hutan lindung, PT Ifishdeco Tbk. telah memperoleh Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) seluas 0,25 hektare dari Kementerian Kehutanan RI.
Dalam hal Operasional Smelter PT Bintang Smelter Indonesia (BSI): PT Ifishdeco Tbk. memiliki anak perusahaan, PT Bintang Smelter Indonesia (BSI), yang beroperasi pada 2018-2019 dan mengekspor nickel pig iron (NPI). Penghentian operasional BSI disebabkan oleh teknologi blast furnace (BF) yang tidak lagi ekonomis, terutama karena ketergantungan pada impor kokas dengan harga tinggi (40% dari total biaya produksi).
” Tuduhan Gratifikasi: Dana Rp3 miliar yang ditempatkan di Bank Sultra atas nama PT Ifishdeco Tbk. merupakan komitmen perusahaan untuk program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Pengembangan Masyarakat (PPM) tahun 2025. Dana tersebut dapat dicairkan sesuai dengan realisasi program CSR dan PPM.” tandas Meidy.
APNI berharap klarifikasi ini meluruskan informasi yang tidak akurat dan menegaskan komitmen PT Ifishdeco Tbk. terhadap praktik pertambangan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. (Kn)
