KENDARINEWS.COM- – Jalan poros Lambuya-Motaha sepanjang 20 kilometer yang menghubungkan tiga kabupaten (Konawe, Konawe Selatan, dan Kolaka Timur) telah menjadi sorotan tajam. Kerusakan jalan yang parah telah memicu protes keras warga yang melakukan blokade jalan sejak Selasa, 22 Juli 2025. Aksi ini menunjukkan keputusasaan warga yang telah bertahun-tahun menantikan perbaikan infrastruktur vital ini.
Warga mengeluhkan kondisi jalan yang memprihatinkan. Musim hujan mengubahnya menjadi kubangan lumpur, sementara musim kemarau menjadi lautan debu. Kerusakan jalan ini tak hanya merusak kendaraan, tetapi juga menghambat akses pendidikan anak-anak dan pemasaran hasil pertanian.
“Ini bukan sekadar jalan desa, ini urat nadi ekonomi tiga kabupaten,” ungkap Rere, salah satu warga yang terlibat dalam aksi blokade.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra) melalui Kepala Dinas SDA dan Bina Marga, Pahri Yamsul, menyatakan kepedulian terhadap permasalahan ini.
Namun, Pahri menjelaskan bahwa jalan tersebut merupakan bagian dari jalur hauling PT MCM, dan berdasarkan perjanjian, perbaikan menjadi tanggung jawab perusahaan. Meskipun alat berat PT MCM telah berada di lokasi untuk perbaikan sementara, pengaspalan permanen masih tertunda karena proses dan regulasi yang harus dipenuhi. Anggaran perbaikan, lanjut Pahri, berasal dari CSR perusahaan, bukan APBD.
Menanggapi aksi blokade, Bupati Konawe, Yusran Akbar, langsung turun ke lokasi untuk berdialog dengan warga dan meredakan ketegangan. Ia menegaskan komitmennya untuk berkoordinasi dengan Pemprov Sultra guna mempercepat proses perbaikan, bahkan siap mengambil alih jika diizinkan regulasi. Namun, ia menekankan pentingnya mengikuti prosedur agar terhindar dari masalah hukum.
Permasalahan jalan Lambuya-Motaha menyoroti pentingnya koordinasi dan transparansi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Aksi warga yang menutup jalan selama berhari-hari menjadi bukti nyata keprihatinan dan tuntutan akan keadilan infrastruktur.
