KENDARINEWS.COM—Supriyani seorang guru honorer di SDN 4 Baito, Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara, terlibat kasus hukum setelah dituduh melakukan tindakan kekerasan terhadap seorang siswa di sekolahnya. Saat ini, Supriyani tengah mendekam di balik jeruji besi Lapas Perempuan Kelas III Kota Kendari.
Supriyani adalah seorang guru honorer yang telah mengabdi selama 16 tahun lamanya. Sementara juga dia punya anak kecil dan dia juga sementara ikut P3K dan pemberkasaan. Karena kejadian ini ia gagal untuk menjadi seorang pegawai negeri
Ketua PGRI Sultra, Dr. H. Abdul Halim Momo, M.Si mengungkapkan sangat terharu dengan keadaan ibu Supriyani yang memprihatinkan
“Kejadian ini ada indikasi kriminalisasi. Karena Ibu Supriyatin sudah mengabdi selama 16 tahun. Pengakuannya sambil menangis kepada saya, dia tidak pernah melakukan sekejam itu terhadap siswanya. Anaknya Pak Wibowo, polisi ini dia tidak pernah ketemu anak itu sama sekali,” ujarnya.
Sambungnya kejadian itu berawal pada bulan April lalu, anak ini dimandikan oleh ibunya dan mendapat luka dibadan anak tersebut. Kemudian anak tersebut mengaku bahwa Ibu Supriyatin yang melakukan itu, padahal semua guru bersaksi di situ, murid-murid semua bersaksi, tidak ada yang melihat kejadian tersebut, oleh karena itu kejadian ini aneh dan janggal.
“saya curiga, sebenarnya kejadian ini salah paham saja antara orangtua. Menurut saya, orangtua anak ini terlalu percaya kepada anaknya. Saya tidak tahu sampai kemudian tiba dikejaksaan dan dia dipengadilankan tentang dari mana ini permainannya. Jadi benar-benar menurut saya ini adalah kriminalisasi, dan hal ini tidak bisa didiamkan karena ini merupakan kezaliman dan apabila didiamkan ini akan melahirkan orangtua baru lainnya yang akan sesuka hatinya dengan guru,” ungkapnya.
Kemudian setelah kejadian itu dilakukan penyelidikan dan penyidik menghubungi ibu Supriyani untuk meminta maaf.
“Menurut saya di situ, minta maaf ini mungkin ruang. Jadi dia direkayasa sedemikian rupa, dia dipaksa seakan-akan, dia meminta maaf, mengakui kesalahan yang dia tidak pernah lakukan. Maka dari itu saya berharap kepada pihak kepolisian atau kejaksaan, saya minta dengan hormat ini diusut secara profesional,” ujarnya.
Akibat hal itu banyak pihak yang mengecam tindakan kepolisian Ini guru, se-Indonesia sudah marah, bahkan mahasiswa sudah marah. Mahasiswa yang calon guru.
“Oleh karena itu, jika hal ini tidak tegas diselesaikan secara baik, saya tidak bertanggung jawab kalau ada misalnya gerakan-gerakan yang akan menyebabkan proses pendidikan di Sulawesi Tenggara tidak akan berjalan dengan baik, say berharap itu tidak ada yang cuma main-main, baik pihak kejaksaan, kepolisian, dan lain-lain,” ungkapnya.
Lanjutnya ia mengatakan bahwa ibu Supriyani dimintai uang damai sebesar 50 juta dan harus mundur sebagai guru agar ia dimaafkan oleh orang tua siswa tersebut yang disaksikan sendiri oleh kepala desa.
“Ini adakah kriminalisasi dia dimintakan harus mundur bersurat Kepala Dinas supaya dia mundur jadi guru padahal dia tidak pernah melakukan apa-apa. Kemudian menurut saya ada ruang juga yang menyebabkan kasus ini sampai tiba di kejaksaan. Jadi ada dua saksi anak. Saya tidak terlalu mengerti hukum apakah misalnya anak dibawah umur itu bisa menjadi saksi. Tapi saya tadi cross-check.
Ternyata anak-anak ini adalah anak tetangg dari pak polisi dan juga kerja dengan pak polisi,” jelasnya.
Adapun hasil visum merupakan benturan benda tajam dan memang diakui anak itu bahwa ia terjatuh di sawah namun isu kasusnya dialihkan seakan akan guru ini melakukan kriminalisasi
“Terus terang saya sedih dan kami PGRI sultra bahkan Indonesia mengutuk dengan keras dan saya berharap jangan ada yang main main dengan peristiwa ini. Kembalikan sesuai dengan aturan hukum yang benae. Jika guru saya salah silahkan hukum namun jika ada kriminalisasi dia tidak bersalah dan dipaksa mengakui yang bukan kesalahannya kami tidak akan tinggal diam,” tegasnya.
Lanjutnya, langkah langkah yang akan kami lakukan adalah dengan memberikan bantuan hukum kepada ibu supriyani dan mengawal kasus ini hingga tuntan dan ibu supriyani mendapat keadilan.
“Saya berharap kejadian serupa kedepannya tidak akan terulang, saya tidak bisa bayangkan negeri ini bagaimana nasib seorang guru yang telah berjasa dikiriminalisasi bagaimana dengan rakyat biasa dan hal ini jika didiamkan akan berbahaya karena ada penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum tersebut,”pungkasnya. (ary/M1/)
