KENDARINEWS.COM — Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengungkap alasan mengapa pembelajaran sains, teknik, teknologi, dan matematika (STEM) di Indonesia masih dianggap sulit oleh banyak siswa.
Menurut Mu’ti, seperti dikutip dari Kompas.com, hal tersebut turut berpengaruh pada terus menurunnya skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Untuk mengatasi hal itu, pemerintah kini mulai menggulirkan Gerakan Numerasi Nasional, sebuah program untuk membangun budaya numerasi sejak dini dengan cara yang menyenangkan.
“Agar anak-anak Indonesia tidak hanya terampil berhitung, tetapi juga memiliki kemampuan berpikir kritis, logis, dan adaptif dalam kehidupan sehari-hari,” kata Mu’ti di Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).
Mu’ti menekankan pentingnya mempelajari STEM dengan metode Mudah, Murah, dan Menarik (3M), agar pelajaran tidak terasa menakutkan bagi siswa. Ia juga mendorong pembelajaran matematika sejak jenjang Taman Kanak-kanak (TK).
“Kami mendorong Matematika mulai diajarkan dari jenjang Taman Kanak-kanak (TK), lewat konsep dasar dan kegiatan bermain logika yang sederhana,” ujarnya. Selain kesulitan dalam pembelajaran STEM, pemerataan pendidikan juga masih menjadi tantangan besar yang memengaruhi rendahnya capaian PISA Indonesia.
“Kesenjangan mutu pendidikan yang masih terlihat antarwilayah, antara sekolah negeri dan swasta, maupun antara kawasan perkotaan dan pedesaan,” ungkapnya. “Ketiga adalah peningkatan kualitas lulusan murid Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),” lanjut dia.
Mu’ti menyoroti bahwa akses pendidikan di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) masih belum merata akibat keterbatasan sarana dan tenaga pendidik. Untuk menjawab tantangan tersebut, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah telah menetapkan sejumlah program prioritas, di antaranya revitalisasi 16.140 satuan pendidikan, percepatan perbaikan infrastruktur sekolah, serta digitalisasi pembelajaran melalui penyediaan Papan Interaktif Digital (Interactive Flat Panel/IFP), laptop, materi ajar digital, dan pelatihan guru.
Selain itu, peningkatan kompetensi guru juga dilakukan lewat program Pendidikan Profesi Guru (PPG), peningkatan kualifikasi akademik, serta pelatihan deep learning, coding, kecerdasan buatan (AI), dan bimbingan konseling.
“Secanggih apa pun teknologi, guru tetaplah agen peradaban. Karena itu, kualitas guru harus menjadi prioritas,” jelas Mu’ti.
Dengan serangkaian upaya tersebut, pemerintah berharap kualitas pendidikan Indonesia dapat meningkat secara merata, sekaligus membentuk generasi yang melek numerasi, adaptif terhadap teknologi, dan siap bersaing di tingkat global. (*)
