KENDARINEWS.COM—Guna meningkatkan kapasitas masyarakat terhadap bencana, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB), Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo (UHO) dan Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan desa Wapia-Pia Kabupaten Wakatobi melaksanakan kick off kegiatan kolaborasi bersama.
Wakil Dekan Bidang Akademik FT UHO, Prof. Dr. Laode Muhammad Golok Jaya, S.T., M.T mengatakan bahwa 21 Juli 2024 (kemarin, red), dilakukan kick-off kegiatan kolaborasi Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan – Institut Teknologi Bandung (ITB), Fakultas Teknik UHO dan Pusat Riset Kebencanaan Geologi – BRIN dengan desa Wapia-Pia Kabupaten Wakatobi untuk peningkatan kapasitas masyarakat terhadap bencana gempa dan tsunami.
“Kegiatan penguatan kapasitas masyarakat yang dilakukan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa Teknik Geofisika ITB, Teknik Informatika dan Teknik Arsitektur UHO, serta peneliti BRIN,” katanya.
Ia menjelaskan, bahwa Desa Wapia-Pia adalah salah satu dari desa pesisir di Kabupaten Wakatobi yang rentan terhadap bencana tsunami dan pernah memiliki kejadian tsunami di masa lalu. “Sehingga kami memilih tempat tersebut untuk tujuan peningkatan kapasitas masyarakat terhadap bencana gempa maupun tsunami,” jelasnya.
Dr. Endra Gunawan, dosen dari ITB menyatakan, bahwa kegiatan yang dilakukan pada tanggal 21 Juli 2024 adalah identifikasi poin-poin kapasitas Desa Wapia-Pia untuk pemenuhan indikator The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization – The Intergovernmental Oceanographic Commission (UNESCO-IOC) sebagai desa yang siap terhadap bencana tsunami. “Jadi pertama-tama kami melakukan identifikasi terkait desa Wapia-Pia Kabupaten Wakatobi,” ungkapnya.
Sementara Dr. Nuraini Rahma dari BRIN menginformasikan bahwa ada 12 indikator UNESCO-IOC bahwa suatu desa siap terhadap bencana tsunami yang terbagi menjadi 3 kategori yakni Kategori A Identifikasi, yaitu Pertama, ditetapkan sebagai wilayah bahaya tsunami dan memiliki Peta Bahaya Tsunami. Kedua, memiliki data perkiraan jumlah penduduk berisiko di wilayah rawan gempa bumi dan tsunami.
Ketiga, memiliki data inventaris sumber daya ekonomi, infrastruktur, politik dan sosial. Kemudian, Kategori B adalah Kesiapsiagaan, yaitu Pertama, memiliki peta evakuasi tsunami. Kedua, menempatkan papan informasi publik gempa bumi dan tsunami. Ketiga, pengembangkan dan mendistribusikan materi sosialisasi pendidikan dan kesiapsiagaan terdistribusi. Keempat, pelaksanakan kegiatan pendidikan dan kesiapsiagaan secara rutin (setahun 3 kali). Kelima, plaksanakan pelatihan tsunami (paling tidak dua tahun sekali).
“Dan Kategori C adalah Respon, yaitu Pertama, memiliki rencana operasi kedaruratan tsunami. Kedua, memiliki kapasitas operasional tanggap darurat tsunami. Ketiga, memiliki sarana/peralatan penerimaan info gempa bumi dan peringatan dini tsunami 24/7. Keempat memiliki sarana/peralatan info gempabumi dan peringatan dini tsunami 24/7. Kegiatan yang dilakukan tersebut bukan hanya membangun kapasitas masyarakat Wapia-Pia saja, tetapi juga membangun jejaring antar dosen dan peneliti dari ITB, UHO dan BRIN,” pungkasnya.(win/kn)
