25 Anak Bunuh Diri di 2025, Bullying Jadi Pemicunya

KENDARINEWS.COM — Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 25 anak di Indonesia mengakhiri hidupnya sepanjang tahun 2025, dikutip dari CNA.id. Sebagian besar kasus diduga terkait dengan bullying, termasuk yang terjadi di lingkungan sekolah.

Data ini muncul menyusul kasus bunuh diri tiga siswa di Sukabumi, Jawa Barat, dan Sawahlunto, Sumatera Barat, yang menggemparkan publik pada bulan Oktober.

“Jujur saya kaget yang di Sawahlunto. Data laporan yang kami hitung ada 22 kasus bunuh diri anak sepanjang 2025 sampai 12 Oktober, jadi ini terlewat. Jika ditambah Sawahlunto dan Sukabumi, jadi 25 anak di seluruh Indonesia,” ungkap Komisioner KPAI Diyah Puspitarini, dikutip dari CNA.id.

Meski jumlah kasus menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya 46 kasus pada 2023 dan 43 kasus pada 2024 KPAI menilai situasi ini tetap mengkhawatirkan dan tidak bisa dibiarkan.

“Sebagian data yang kami himpun menunjukkan penyebab anak mengakhiri hidup adalah karena bullying,” kata Diyah. “Kami sangat prihatin jika terjadi lagi anak mengakhiri hidup disebabkan oleh bullying, dan sebagian terjadi di sekolah,” imbuhnya.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Abdul Mu’ti) turut menyoroti meningkatnya tekanan psikologis anak-anak di sekolah. Ia menegaskan, guru tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pendamping psikologis bagi murid-muridnya.

“Guru-guru itu selain tugas mengajar di kelas, harus mendampingi murid-muridnya. Pendampingan itu tidak hanya berkaitan dengan masalah akademik, tapi juga psikologis, spiritual, bahkan sosial,” ujar Mu’ti usai menghadiri Bulan Guru Nasional 2025 di SLBN 01 Jakarta, Jumat (31/10).

Kementerian Pendidikan tengah menyusun Peraturan Menteri (Permen) untuk memperkuat peran guru dalam pendampingan psikologis siswa, tanpa menambah beban kerja bagi tenaga pendidik.

Salah satu kasus yang menjadi perhatian publik adalah bunuh diri Ajeng (14 tahun), siswi MTs Negeri di Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi. Ajeng ditemukan meninggal dunia pada 28 Oktober di rumahnya dalam kondisi tergantung.

Polisi menemukan surat wasiat berbahasa Sunda yang ditulis tangan oleh Ajeng. Dalam surat itu, Ajeng meminta maaf kepada orang tua dan guru-gurunya, serta menyebut perundungan dari teman-temannya sebagai salah satu alasan ia mengakhiri hidupnya.

“Seperti kejadian tadi, bilang ‘Mati saja kamu’,” tulis Ajeng dalam suratnya.

Bagi masyarakat yang mengalami masa sulit, depresi, atau dorongan untuk bunuh diri, disarankan menghubungi dokter kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan terdekat, atau Call Center 24 jam Halo Kemenkes 1500-567 untuk pengaduan, saran, dan bantuan. (*)