KENDARINEWS.COM–Bulan Ramadhan adalah bulan yang paling suci dan mulia, dimana banyak keutamaan-keutamaan di dalamnya.
Salah satu keistimewaan di Bulan Ramadhan ialah adanya malam Lailatul Qadar atau yang dikenal sebagai malam yang lebih baik dari 1000 bulan.
Malam Lailatul Qadr terjadi di tanggal ganjil dalam 10 hari terakhir bulan Ramadhan, karena merupakan salah satu malam terpenting di bulan suci Ramadan, maka tidak sembarang orang bisa meraih keutamaan di malam tersebut.
Cara meraih keutamaan di malam Lailatul Qadr ialah dengan memperbanyak ibadah dan selalu istiqomah dalam menjalankannya selama bulan Ramadhan, yakni dengan membaca Al-Qur’an, Shalawat, Sholat Malam dan amalan lain yang dianjurkan.
Salah satunya yakni melakukan ibadah i’tikaf. Ibadah ini sangat dianjurkan, terutama di sepuluh malam terakhir. Hal ini menjadi bagian dari upaya meraih keutamaan Lailatul Qadr.
Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah saw. bahkan menyatakan bahwa ibadah i’tikaf di sepuluh malam terakhir bagaikan beri’tikaf bersama beliau.
مَنِ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ
Artinya, “Siapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, maka beri’tikaflah pada sepuluh malam terakhir,” (HR Ibnu Hibban).
I’tikaf adalah berdiam diri di masjid disertai dengan tujuan utama beribadah kepada Allah, terutama melakukan ibadah yang rutin dilakukan di masjid.
‘tikaf ebih dianjurkan untuk dilakukan pada sepuluh malam terakhir Ramadan, dengan harapan mencapai Lailatul Qadar yang waktu pastinya rahasia.
Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk memanfaatkan malam-malam Ramadan dengan melakukan ibadah yang wajib maupun sunnah agar tidak terlewatkan kesempatan berharga tersebut.
Dilansir dari nuonline.com, adapun rukun i’tikaf sendiri ada empat:
(1) Niat
(2) Berdiam diri di masjid sekurang-kurangnya selama tumaninah shalat
(3) Masjid
(4) Orang yang beri’tikaf.
Kemudian, syarat orang yang beri’tikaf adalah beragama Islam, berakal sehat, dan bebas dari hadas besar. Artinya, tidak sah i’tikaf dilakukan oleh orang yang tidak memenuhi syarat tersebut.
Kemudian, macam-macamnya ada tiga: (1) i’tikaf mutlak, (2) i’tikaf terikat waktu tanpa terus-menerus, (3) i’tikaf terikat waktu dan terus-menerus.
Ada sembilan hal yang dapat membatalkan i’tikaf, yaitu: (1) melakukan hubungan suami-istri, (2) mengeluarkan sperma, (3) mabuk secara sengaja, (4) murtad, (5) menstruasi selama masa i’tikaf dalam periode suci biasanya, (6) masa nifas, (7) keluar dari masjid tanpa alasan, (8) keluar untuk menunaikan kewajiban yang dapat ditunda, (9) bepergian dengan alasan yang berulang kali, padahal sebenarnya keluarnya karena keinginan sendiri.
Kapan pun di antara kesembilan perkara itu menimpa seseorang yang beri’tikaf maka batallah i’tikafnya.
Dan batal pula kelangsungan dan kelanggengan i’tikaf yang terikat dengan waktu yang berturut-turut.
Sehingga seseorang harus mengawalinya dari awal, meskipun i’tikaf yang telah dilakukannya bernilai pahala selama yang membatalkannya bukan murtad.(jp/kn)
