KENDARINEWS.COM — Perempuan masih menjadi sasaran empuk pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Bukan hanya perempuan dewasa, tetapi juga anak-anak. Itulah yang terungkap dari data sistem informasi online perlindungan perempuan dan anak (simfoni PPA) 2018–2022. Dari 2.082 korban TPPO, 90 persen merupakan perempuan dewasa dan anak perempuan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Men PPPA) Bintang Puspayoga menegaskan, TPPO merupakan kejahatan luar biasa. Kejahatan ini adalah praktik pelanggaran terburuk terhadap hak asasi manusia. Karena itu, kata dia, diperlukan penegakan hukum yang tegas sesuai dengan undang-undang. Termasuk menghukum pelaku seberat-beratnya.
”Penegakan hukum ini merupakan upaya nyata untuk memerangi segala bentuk kejahatan TPPO di seluruh Indonesia, yang mayoritas korbannya adalah perempuan dan anak,” ujarnya, kemarin.
Seiring dengan penegakan hukum yang tegas, lanjut dia, upaya penanganan secara komprehensif dari hulu perlu dilakukan. Karena itu, dibutuhkan kolaborasi, sinergi, dan kerja sama semua pihak. Mulai pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga masyarakat, hingga masyarakat umum. Tujuannya, meningkatkan peran masing-masing dalam mengurai penyebab terjadinya TPPO.
Masyarakat juga perlu meningkatkan kewaspadaan dengan melakukan deteksi dini, meningkatkan komunikasi, dan memberikan informasi kepada kelompok rentan dan daerah yang rawan TPPO. ”Pencegahan dan penanganan korban tetap menjadi prioritas,” tegasnya.
Dia menjelaskan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) gencar mengampanyekan pencegahan TPPO. Termasuk menginisiasi program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) untuk memberdayakan perempuan dan melindungi anak. Setidaknya ada 10 indikator DRPPA. Salah satunya adalah tidak ada kekerasan terhadap perempuan dan anak serta korban tindak pidana perdagangan orang.
”Melalui DRPPA, kami ingin meningkatkan kesadaran dan kompetensi masyarakat untuk tidak mudah tergiur iming-iming yang berujung pada praktik TPPO,” jelasnya.
Apalagi, saat ini modus perdagangan orang semakin beragam. Mulai memanfaatkan teknologi untuk menjerat korban lewat media sosial hingga tawaran adopsi ilegal untuk korban anak-anak. Pelaku TPPO biasanya memilih kelompok rentan sebagai calon korbannya, khususnya perempuan dan anak yang berekonomi lemah dan minim ilmu pengetahuan. (mia/c14/oni)
