KENDARINEWS.COM — Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencatat ada 52 perguruan tinggi yang melakukan pelanggaran sepanjang 2022-2023. Dari jumlah tersebut, 23 di antaranya dijatuhi sanksi pencabutan izin operasional.
Kampus-kampus nakal itu diketahui dari laporan masyarakat. Sejak Mei tahun lalu, ada 53 pengaduan kasus perguruan tinggi yang masuk ke Ditjen Diktiristek Kemendikbudristek. Ada yang mengadukan kampus yang menjalankan kuliah fiktif. Ada juga yang melaporkan praktik jual beli ijazah, penyimpangan pemberian beasiswa KIP kuliah, layanan tidak sesuai standar pendidikan tinggi, dan konflik yayasan sehingga perkuliahan tidak kondusif.
Modus kejahatan lainnya adalah menerbitkan ijazah tanpa proses pembelajaran yang baik.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Diktiristek Kemendikbudristek, Nizam turut prihatin atas kasus pencabutan izin operasional PTS tersebut. ”Janganlah tujuan mulia penyelenggara pendidikan tinggi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dicemari manipulasi data,” ungkap Nizam kepada wartawan, Jumat (9/6), kemarin.
Nizam memastikan, penjatuhan sanksi kepada 52 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) berdasarkan petimbangan matang. Kementerian juga menurunkan tim terlebih dahulu untuk melakukan penelitian.
Keputusan untuk mencabut izin operasional beberapa PTS tersebut sudah berdasarkan fakta dan data yang tervalidasi. Semuanya dimulai dari laporan masyarakat atau hasil pemantauan lapangan. Setiap laporan masyarakat yang disertai bukti awal selalu ditindak lanjuti dengan pendalaman dan evaluasi lapangan.
“Sebelum menjatuhkan sanksi, Kemendikbudristek terlebih dahulu menurunkan berbagai tim. Mulai dari LLDikti (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi), Direktorat Kelembagaan, tim Evaluasi Kinerja Akademik, bahkan tim Inspektorat Jenderal. Berdasar evaluasi mendalam dan rekomendasi itulah dilakukan pembinaan hingga bila terpaksa dilakukan pencabutan izin,” ujar Nizam.
Nizam mengatakan, perguruan tinggi yang izinnya dipastikan melakukan pelanggaran berat. Bentuk pelanggaran yang terjadi beragam. Misalnya, tidak memenuhi ketentuan standar pendidikan tinggi, melaksanakan pembelajaran fiktif, melakukan praktik jual beli ijazah, melakukan penyimpangan pemberian beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K).
“Atau karena perselisihan badan penyelenggara sehingga pembelajaran tidak kondusif. Sanksi yang dijatuhkan sesuai dengan tingkat pelanggaran,” ucapnya.
Kemendikbudristek memastikan tindakan tegas ini sebagai upaya mencegah mahasiswa mengalami masalah pada kemudian hari. Sebab, ijazah yang didapat bermasalah.
“Jadi, pencabutan izin operasional ini merupakan bentuk perlindungan pemerintah terhadap mahasiswa dan masyarakat. Jangan sampai mahasiswa mendapat ijazah yang tidak sah dan bermasalah di kemudian hari. Kami tidak bisa membiarkan masa depan mahasiswa yang seharusnya cerah, menjadi redup karena praktik perguruan tinggi yang nakal,” tegas Nizam.
Ia berharap calon mahasiswa yang akan mendaftar kuliah di perguruan tinggi agar berhati-hati. “Jangan mudah tergiur dengan iming-iming beasiswa. Pastikan perguruan tinggi dan program studi yg akan anda masuki terakreditasi. Saat sudah diterima menjadi mahasiswa, pastikan pembelajaran betul-betul terjadi, serta dosennya kompeten dan sesuai dengan prospektus. Kalau tidak sesuai laporkanlah ke LLDikti terdekat atau melalui laman Lapor di Kemendikbudristek,” tandas Nizam. (jpg)
