KENDARINEWS.COM–Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sultra, Agnes Widiastuti mengungkapkan, ekonomi Sultra tumbuh positif pada semester I 2023 dari sebelumnya (semester I 2022) merupakan cerminan penguatan ekonomi daerah pada periode berikutnya.
Agnes mencontohkan, ekonomi Sultra semester I 2023 terhadap semester I 2022 mengalami pertumbuhan sebesar 6,48 persen (y-on-y). “Kedepan diperkirakan (ekonomi Sultra) masih kuat,” ujar Agnes Widiastuti, kemarin.
Menurut Agnes, penguatan ekonomi daerah didukung pada produksi, lapangan usaha dan industri pengolahan. Pada semester I 2023 misalnya, sektor tersebut mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 26,15 persen. Selain itu, dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa juga mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 7,21 persen.
“Sementara pada semester sebelumnya (triwulan I 2022) mengalami kontraksi sebesar 7,43 persen. Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Konstruksi mengalami kontraksi terdalam sebesar 29,98 persen. Dari sisi pengeluaran, kontraksi terdalam terjadi pada komponen ekspor barang dan jasa sebesar 35,46 persen,” ungkapnya.
Senada, ekonom dari Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK), Syamsul Anam optimistis ekonomi Sultra pada semester II 2023 akan tumbuh positif. Menurutnya, penguatan ekonomi Sultra didukung komponen PDB (Produk Domestik Bruto) yang meningkat.
Misalnya dari segi ekspor Sultra yang nilainya mengalami peningkatan mencapai USD 298,24 juta (Mei 2023) atau naik 62,69 persen jika dibandingkan ekspor April 2023 hanya USD 183,32 juta.
Meski perekonomian daerah masih membaik, Syamsul Anam memberikan catatan penting terutama masalah peningkatan jumlah warga miskin dan ketimpanban antar kelompok pendapatan yang lebar.
Menurut Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Islam, (FEBI) UMK itu, peningkatan kemiskinan di Sultra perlu menjadi perhatian seksama terutama jika ditinjau dari locus problem secara spasial ada di pedesaan meski diperkotaan juga terjadi hal yang sama. “Kemiskinan misalnya jika diperiksa pada indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan lokusnya ada di desa-desa,” kata Syamsul Anam.
Demikian juga ketimpangan pendapatan, kata Syamsul, saat ini ketimpangan pendapatan masyarakat makin melebar dipedesaan. Padahal desa merupakan sumber ketahanan ekonomi secara alamiah dan secara regional.
“Ini merupakan kode keras bagi pemangku kepentingan untuk memeriksa ulang seluruh kebijakan penguatan penduduk yang rentan pada kemiskinan terutama di perdesaan,” ungkap Syamsul Anam.
Ia menambahkan, sumber tergerusnya desa secara statisik sudah terang terlihat, misalnya Nilai Tukar Petani (NTP) yang mengalami tekanan, juga harga yang konsisten mengalami peningkatan serta peningkatan pengangguran.
“Ingat warga miskin itu kalau dilihat persentase kita yang mencapai 11 persen jumlahnya setara dengan 443.980 orang ?miskin atau Sultra masuk kategori Big Ten penghasil warga miskin di Indonesia. Jadi tugas pemerintah bukan hanya menjaga perekonomian daerah, tapi juga harus menjaga ketahanan ekonomi masyarakatnya,” pungkas Syamsul Anam. (ags/kn)








































