Oleh : Amriana, SE., MM
KENDARINEWS.COM– Ramai-ramai Pemerintah Daerah (PEMDA) menggelar promo pajak dalam tahun 2023 ini. Meski tak serentak, hampir seluruh provinsi di Indonesia mengumumkan program “Diskon Pajak”. Ada yang mendeklarasikan pemutihan pajak, adapula pengurangan denda pajak, penghapusan sanksi administratif, bebas pajak progresif, serta relaksasi pajak. Intinya memberikan keringanan pembayaran tunggakan pajak.
Jika keringanan pajak oleh pemerintah provinsi umumnya terkait dengan pajak kendaraan bermotor, pada tingkat pemerintah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya tentu bebeda. Pengurangan denda pajak oleh Pemda Kabupaten/Kota meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral dan batubara (minerba), pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, serta pajak bumi dan bangunan perkotaan dan perdesaan (PBB P2).
Tak hanya memberikan keringanan pajak, pemerintah juga menggalakkan penagihan pajak. Antara lain mendorong sinergi pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga negara untuk melakukan peninjauan langsung ke lapangan, menyasar perusahaan-perusahaan besar yang terdata memiliki tunggakan pajak mencapai puluhan milyar rupiah.
Walau masih membuka ruang mediasi, namun pemerintah memasang plang tunggakan pajak berisi tulisan dalam huruf kapital “PEMBERITAHUAN OBJEK PAJAK INI BELUM MELUNASI KEWAJIBAN PAJAK DAERAH. SEGERA MELAKUKAN PEMBAYARAN PAJAK UNTUK MENGHINDARI PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA SESUAI UU NO. 19 TAHUN 2008. ANCAMAN PIDANA MERUSAK/MENCABUT STIKER/SEGEL PERINGATAN INI TANPA IZIN, MELANGGAR PASAL 406 ayat (1) KUHP”. Plang tersebut kian angker dengan logo KPK, Kejaksaan, dan pengadilan yang berderet pada bagian atas.
Upaya pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan membayar pajak makin semarak dengan pemberian anugerah pajak kepada wajib pajak yang berkontribusi besar terhadap penerimaan pajak, dan tertib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
Mengapa pemerintah dan pemerintah daerah sedemikian gigih mengambil langkah-langkah mendorong sumber penerimaan pendapatan dari pajak? Bukankah masih banyak jenis objek Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) seperti : pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, juga hak negara lainnya? Bukankah PNBP ini sangat potensial untuk dioptimalkan?
PNBP memang potensial, akan tetapi faktanya sepanjang Republik Indonesia berdiri, hanya mampu berperan serta kurang lebih 20% terhadap penerimaan negara, sedangkan sekitar 80% merupakan sokongan dari pajak.
Lingkup perpajakan meliputi Pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Cukai, Bea Masuk, Bea Keluar, Bea Materai, dan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Minyak dan Gas bumi (PBB Migas).
Pajak yang terkumpul kemudian didistribusikan ke berbagai pos pengeluaran. Dari website Kementerian Keuangan www.kemenkeu.go.id terlansir bahwa kontribusi pajak terhadap belanja pemerintah pusat disalurkan untuk pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, perlindungan lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. Sedangkan terhadap belanja ke daerah penyaluran pajak meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK F), Dana Alokasi Khusus Non Fisik (DAK NF), Dana Keistimewaan DIY, Dana Otonomi Khusus, Dana Insentif ke Daerah (DID), serta Dana Desa.
Bagi masyarakat istilah-istilah perpajakan tidak terlalu penting. Oleh masyarakat yang terpenting adalah manfaat pajak dapat terbukti secara konkrit melalui pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, sekolah, serta fasilitas umum lainnya. Dapat pula dirasakan ketika perbaikan perumahan, pemukiman, pemberian bantuan langsung tunai, subsidi, beasiswa pendidikan, juga jaminan kesejahteraan sosial seperti pengobatan gratis.
Melalui sistem pungutan dan penggunaan pajak, uang yang beredar di tengah-tengah masyarakat berlangsung teratur. Stabilitas harga dapat terjaga dan inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu bisa terkendali. Salah satu contoh cara pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi adalah mengeluarkan kebijakan perpajakan yang dapat mendorong penguatan nilai tukar rupiah, baik berupa meningkatkan bea masuk, maupun PPN impor.
Ekonomi akan dinilai stabil jika tidak ada fluktuasi berlebihan dalam ekonomi makro. Perekonomian dengan pertumbuhan output atau hasil dari suatu proses yang cukup konstan, serta inflasi yang rendah dan kukuh.
Pajak memiliki mutifungsi vital. Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, antara lain membiayai pembangunan sehingga membuka kesempatan kerja. Pemanfatan pajak untuk membuka lapangan pekerjaan ialah contoh fungsi redistribusi. Dengan bertambahnya lapangan pekerjaan, maka semakin banyak pula penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja berarti kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik. Jika kesejahteraan masyarakat secara merata terus menerus lebih baik, maka negara kaya raya ini dapat disebut sebagai negara makmur. Bukan sekedar kaya berdasarkan kalkulasi sumber daya alam.
Merujuk pada pendistribusian pajak, secara normatif tampak bahwa pajak tersebut digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Yang mana hal tersebut sejalan dengan tujuan utama kegiatan ekonomi yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan negara secara keseluruhan.
Pajak adalah komponen utama yang terkandung dalam stabilitas ekonomi. Jangankan tanpa pajak sama sekali, penerimaan pendapatan pajak yang jauh dibawah target akan menggoyahkan stabilitas ekonomi, bahkan jika berlangsung terus menerus akan mengancam eksistensi negara.
Begitu besar peranan pajak, hanya bisa berguna jika masyarakat sebagai wajib pajak taat membayar pajak, serta aparatur pemerintah pemungut dan pengelola pajak menjalankan tugas dengan amanah.Jika wajib pajak yang mangkir dijatuhi sanksi, maka pegawai pajak beserta pihak-pihak yang menyalahgunakan pajak, baik yang sudah dipungut, maupun bersikap curang atas jumlah pajak yang seharusnya dipungut, sudah sepatutnya dijatuhi hukuman 80% lebih berat dari sanksi wajib pajak. (Pegawai Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Tenggara)