Kerja Dewan Pengupahan Konawe Terkendala Anggaran

KENDARINEWS.COM — Hingga kini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe ternyata belum memiliki acuan penentuan besaran upah minimum kabupaten (UMK) bagi para buruh di wilayah tersebut. Hal tersebut disebabkan karena Dewan Pengupahan bentukan Pemkab, tak bisa berbuat banyak lantaran terkendala anggaran. Padahal, merekalah yang berwenang menentukan berapa besaran upah pekerja di Konawe. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Konawe, Joni Pisi, mengatakan, kendala anggaran dimaksud tersebut, yakni untuk keperluan operasional tim Dewan Pengupahan yang akan bekerja. Sebab menurutnya, Dewan Pengupahan nantinya bertugas melakukan survei lapangan untuk dijadikan dasar penentuan besaran UMK Konawe.

Katanya, Dewan Pengupahan merupakan gabungan beberapa pakar kompeten dari unsur akademisi, serikat buruh serta asosiasi pengusaha. “Disnakertrans bertindak sebagai fasilitator saja. Yang jelas, segala administrasi menyangkut pembentukan dewan pengupahan itu sudah beres. Pokoknya sudah semua. Tinggal persoalan anggaran. Kalau dananya ada, hari ini juga pasti jalan,” ujar Joni Pisi, Selasa (17/11).

Ia menyebut, kendala anggaran untuk mendukung kerja-kerja Dewan Pengupahan Konawe itu, telah diadukan ke pihak Sekretariat Kabupaten (Setkab). Ia mengusulkan supaya dana tersebut bisa lolos dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah perubahan (APBD-P) tahun 2020. Pihaknya juga telah menyurat ke DPRD Konawe agar anggaran Dewan Pengupahan bisa terakomodasi pada tahun ini. “Kalau diakomodir, Insyaallah kita bisa cepat bergerak,” tambahnya.

Dari beberapa indikator penentuan UMK Konawe, lanjut Joni Pisi, Dewan Pengupahan nantinya melakukan survei harga-harga kebutuhan pokok di wilayah tersebut sebagai patokan standar kebutuhan hidup layak (KHL) masyarakat. Setelah melakukan survei, Dewan Pakar tersebut akan mengkaji kembali secara komprehensif sebelum memutuskan besaran nominal UMK Konawe.

“Itu salah satu acuan untuk penentuan upah. Kita merujuk pada regulasi yang ada. Mungkin referensinya bisa saja merujuk di Undang-Undang (UU) Omnibus Law,” ungkapnya. Sebelumnya, Wakil Bupati (Wabup) Konawe, Gusli Topan Sabara, menuturkan, secara pribadi dirinya menginginkan agar besaran UMK Konawe bisa sesuai dengan ukuran kemakmuran masyarakat. Dari berbagai literatur yang coba ditemukannya, penentuan ukuran kemakmuran tersebut sangat sukar didapat.

Namun, Gusli Topan Sabara menyebut, beberapa waktu lalu ia tanpa sengaja membaca sabda Nabi Muhammad SAW yang dianggapnya sangat relevan dalam menentukan standar kemakmuran masyarakat. Dikatakan sesuai sabda Rasulullah itu, barang siapa memiliki pendapatan 98 gram emas per tahun, maka sudah diwajibkan untuk membayar zakat harta (maal). Sepengetahuannya, masyarakat yang mengeluarkan zakat maal bisa dikategorikan sebagai masyarakat mampu dari segi finansial.

“Misalkan kita ambil sampel satu gram emas Rp 500 ribu. Jadi, 98 gram dikalikan Rp 500 ribu, kemudian dibagi 12 bulan. Maka, didapat Rp 3,7 juta. Masyarakat kita harus mampu membayar zakat maal. Itulah ukuran kemakmuran. Asumsinya, kita ingin standar UMK Konawe bisa mengacu pada ukuran kemakmuran yang sudah disabdakan Rasulullah SAW,” pungkas tandem Bupati Konawe, Kery Saiful Konggoasa itu. (b/adi)

Tinggalkan Balasan